SERING DIBACA

Posted by : kontributor Senin, 14 Agustus 2023


Pernah kita mendengar merah dan putih terpisah dirajut disatukan menjadi satu, jaman sebelum kita yang disini, saat ini membaca terlahir kedunia. Mungkin, ada banyak tafsir tentang warna pada waktu itu, sekalipun hanya berisikan dua warna menyambung jadi satu kibaran merah putih diantara barisan-barisan tubuh lusuh tanpa pernah mengeluh, ditengah lapangan atau diantara parit dengan teriakan merdeka-merdeka..


Mereka Pemberontak! 

bagi tamu asing yang berkuasa, memenjarakan pribumi dengan dalih perlawanan pada penguasa. Ya! Penguasa masa itu berbaju putih menunggang kuda-kuda atau kuda besi pembawa mesiu yang siap dikokang kapan saja, sang asing yang datang dari negeri berkecamuk peperangan singgah di Nusantara mengadu domba perang saudara.


Ada banyak darah dan sisa tulang berserakan, leluhur kita disiksa ditikam dan dihabisi hingga mati. Berkeringat perih mata mengedip, kulit yang teramat licin, otot yang sudah mungkin ribuan kali keram, memanggul bambu-bambu yang runcing, berlari-lari teriak seraya memekikan lafadz takbir. Bangsa mana yang mau di perintah dan dijajah. 


Duaaar ....

meriam meletus diatas bukit koloni, sawah becek jadi arena perebutan kemenangan, pejuang berteriak lantang. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar 

amarah itu sudah memuncak, takutpun tak terpikirkan, ingin mati sudah pasti dari pada pasrah terjajah. Satu tekad melawan tanpa pertahanan, merebut merdeka bersdaulat.


Disebuah rumah menerawang kehalaman atau alun-alun kota, gemgagempita itu belum terlihat dan terdengar tapi sulaman bendera telah disiapkan. Bunda Fatma merajut menyulam menjahit jadi satu dengan ukuran dua kali tiga meter disebuah ruang makan, kala itu Bunda Fatma mengandung sembilan bulan, Bunda dengan teliti dan hati-hati merapihkan kain yang pada waktu itu serba terbatas, berurai air mata, Bunda Fatma menjahit menyulam bendera, menangis menahan sesaknya rasa sakit Bagaimana fase mencapai kemerdekaan harus banyak jiwa dikorbankan. 


Dua hari Bunda Fatma bekerja keras menyelesaikan, ditengah kehamilannya yang sudah sembilan bulan, Tanganya masih saja menari-nari, matanya serius memandang setiap kaitan benang merapatkan barisan sulaman. Ini seperti pilosofi bagaimana saling mengaitkan bersama sejajar akan saling menguatkan.


Bunda bahagia, ini bukan perkara karya tapi proses mengenalkan identias bangsa. Sekian ratusan tahun akhirnya kita tahu bahwa merah dan putih jadi benderanya Indonesia. Hadir berkibar di deklarasi proklamasi.


Bengkulu, menyemaikan sejarah Indonesia, sebuah bendera lahir dari tangan seorang wanita, istri dari pada yang akhirnya menjadi sang proklamator. Setelah masa keterasingan, Bunda menorehkan sejarah pusaka, Benar! Sebuah bendera yang hanya miliki dua warna namun saktinya mampu menyatukan nusantara.


-puncakbogor, 14 Agustus 2023



Tinggalkan Jejak Komentar

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © salcenter.id - salcente.id - Powered by Blogger - Designed by salcenter -